Tinker Tailor Soldier Spy(2011 - StudioCanal/Working Title/Focus Features)Directed by Tomas AlfredsonScreenplay by Bridget O'Connor, Peter StraughanBased on the novel by John le CarréProduced by Tim Bevan, Eric Fellner, Robyn SlovoCast: Gary Oldman, Benedict Cumberbacth, Colin Firth, Tom Hardy, Toby Jones, Ciarán Hinds, Mark Strong, John Hurt, David Dencik, Simon McBurney, Kathy Burke, Svetlana Khodchenkova, Konstantin KhabenskiyMari kita mulai review ini dengan berterus terang bahwa gw nggak gitu ngerti Tinker Tailor Soldier Spy ini,
okay? Gw tidak akan berpura-pura paham tentang segala intrik yang terjadi sepanjang film bertema spionase Inggris semasa perang dingin ini. Film produksi UK dan Prancis ini disutradarai oleh sineas Swedia, Tomas Alfredson yang angkat nama di dunia internasional lewat drama remaja vampir Let The Right One In (yang kemudian di-
remake jadi
Let Me In di Hollywood). Melihat data-data bahwa film ini produksi Eropa sesungguhnya sudah jadi peringatan filmnya akan "berbeda" dari film-film spionase yang biasanya gw tonton. Berdasarkan pengalaman gw yang sedikit ini, film-film karya orang Eropa kebanyakan dipresentasikan cenderung alon-alon, jadi ya musti siap-siap. Di film ini adegan yang menampilkan
opening credit aja ada kali 5 menit lebih,
man! Tetapi bukan cuma kelambanan laju—yang berasa banget itu—yang jadi masalahnya. Karena ternyata meski bertempo irit bukan berarti segala intrik-intrik film ini jadi lebih jelas dan mudah dipahami. Sebaliknya, cukup banyak detil tersebar di sana-sini dari awal hingga akhir yang, karena gw bukanlah termasuk penonton berotak cepat tanggap, akan mudah keselip jika tidak diperhatikan benar-benar, bila tidak jadinya kayak gw yang masih agak "hah?" sama cara penyelesaian konfliknya, malah musti liat Wikipedia yang sinopsisnya
super spoiler itu baru agak nyambung...dikit.
Berlatar tahun 1970-an, ketika terjadi Perang Dingin antara dunia Barat dengan ideologi demokrasi-liberalnya (Sekutu, termasuk Inggris dan Amerika) vs dunia Timur dengan ideologi sosialis-komunisnya (Rusia, Jerman Timur, negara-negara Eropa Tengah dan Timur), Tinker Tailor Soldier Spy berkisah tentang usaha pensiunan pimpinan MI6—lembaga intelijen rahasia Britania Raya, George Smiley (Gary Oldman) yang ditugaskan oleh Menteri Pertahanan untuk meneruskan kecurigaan pimpinan MI6 terdahulu, berkode nama "Control" (John Hurt) akan adanya pengkhianat bagi Rusia di jajaran pimpinan tertinggi MI6, kecurigaan yang dipicu oleh kegagalan misi Jim Prideaux (Mark Strong) yang harusnya memperoleh identitas jenderal komunis yang mau beralih ke Sekutu tapi dianya malah ditembak di Hungaria. Kecurigaan tidak dapat dilepaskan dari empat pimpinan MI6 yang masih ada saat ini: Percy Alleline (Toby Jones) sang pengganti Control, Roy Bland (Ciarán Hinds), Bill Haydon (Colin Firth), dan Toby Esterhase (David Dencik). Dengan akses yang terbatas, Smiley merekrut Peter Guillam (Benedict Cumberbatch) sebagai pegangannya di dalam kantor MI6, lalu mulai menyelidiki dari petunjuk yang ada satu per satu demi membongkar siapakah si pengkhianat itu.
Emm, ya, film ini memang sunyi, toh namanya juga penyelidikan orang yang kerja di DALAM KANTOR jadi ketiadaan adegan laga itu bisa dimaklumi, done. Nah, dalam mengikuti jalannya film ini, positifnya adalah, setiap petunjuk yang didapat dan setiap orang yang ditemui (termasuk kemunculan si agen lepas Ricky Tarr (Tom Hardy), dan beberapa staff MI6 yang dipecat oleh Alleline) pasti bermanfaat, nggak ada yang nggak penting, dan nyambung sampe bagian akhirnya, serta ada unsur yang melibatkan hubungan emosional antar pribadi yang disematkan tanpa dipaksakan. Negatifnya adalah, gw nggak paham bagaimana itu caranya bisa nyambung, hehehe. Rasanya semuanya disampaikan terlalu banyak, terlalu subtle, terlalu sambil lalu, dan butuh kerja ekstra untuk merangkai sendiri petunjuk-petunjuk dan orang-orang yang sudah ditampilkan, karena film ini tidak memberikan penjelasan lebih atau perulangan. Well, jika ini sebuah novel, gw mudah saja tinggal balik-balik ke halaman sebelumnya, tetapi ini sebuah film, yang langkahnya tetap harus jalan terus tanpa ngerem, kalau ketinggalan ya sudah ikhlasin terima jadi aja *curhat*. Hasilnya, gw jadi kurang bisa menikmati film ini...wong nggak ngerti =P.
Oke, yang itu biarkan saja. Mari membahas yang bisa gw ngerti aja, yaitu nuansa film ini. Dari gambarnya yang suram dan kurang warna mencerminkan nuansa "perang dingin" (tapi warnanya tetap natural, nggak biru), ketika segala hal tampak muram dan penuh kecurigaan, dan pas dengan seting waktunya yang Eropa 70-an, yang tentu saja merupakan bukti keseriusan dari tata artistik (eh ruang rapat pimpinan oranje-nya keren =)), sinematografi, kostum serta makeup & hair. Pokoknya look film ini begitu menjiwai ke-vintage-an zamannya tanpa terkesan fabricated. Selain itu, tampak sutradara dalam memunculkan nuansa emosional dari tiap karakternya, yang sebenarnya udah ketahuan dari pemilihan aktor-aktornya yang gak mungkin sekadar numpang nampang doang. Ada John Hurt, Colin Firth, Toby Jones, Ciarán Hinds, Mark Strong juga Tom Hardy dan Benedict Cumberbatch, semua mempersembahkan presence karakter dengan signifikan yang cukup membantu dalam mengingat ketika gw lupa nama-nama tokoh mereka =P. Gary Oldman tentu saja tampil gemilang, meski nggak banyak "tingkah" dan terkesan selalu meredam emosinya, tetapi di situlah letak kesuksesannya dalam menunjukkan berbagai dimensi tokohnya tanpa berlebihan, raut serta gesturnya membuatnya mudah menarik simpati dan memang meyakinkan sebagai orang yang dapat dipercaya, tetap terkesan heroik, meski dirinya sudah...err...an old man =P.
Kalau dipikir-pikir, mungkin memang tujuan sutradaranya untuk membuat Tinker Tailor Soldier Spy ini lebih bertitikberat di karakter, karena adegan-adegan yang gw bilang lamban itu lebih banyak menunjukkan gambaran karakter dan hubungan antarkarakter, dapet banget lah kalau itunya sih, terima kasih juga pada tata musiknya yang indah yang memberi polesan berarti buat adegan-adegan itu. Nggak salah juga sih. Cuman 'kan intrik film ini agak rumit dan berat ya, kalau nggak diberi penekanan ya jadi bingung, misteri dan dramanya berasa kurang seimbang. Di saat harus ada usaha ekstra untuk merangkai misterinya, saat bersamaan harus juga ada usaha ekstra untuk bersabar dalam menghadapi lajunya, agak too much usaha ya, berat juga ya beban jadi penonton, hehe. Entahlah, mungkin perlu ditonton ulang supaya lebih paham atau lebih enjoy, tapi gak tau juga deh niat nonton ulangnya bakal ada atau nggak...
My score:
6/10