The Amazing Spider-Man(2012 - Columbia)Directed by Marc WebbStory by James VanderbiltScreenplay by James Vanderbilt, Alvin Sargent, Steve KlovesBased on the Marvel comic books by Stan Lee, Steve DitkoProduced by Laura Ziskin, Avi Arad, Matthew TolmachCast: Andrew Garfield, Emma Stone, Rhys Ifans, Sally Field, Martin Sheen, Denis Leary, Irrfan KhanTak ada yang sangsi pada kesuksesan luar biasa trilogi Spider-Man yang secara konsisten ditangani Sam Raimi dan dibintangi oleh Tobey Maguire, Kirsten Dunst, dan James Franco, serta rajin ditayangin bolak-balik di Trans TV itu. Meskipun katanya Spider-Man 3 itu udah terakhir, jikapun seandainya bakal ada film keempat, kelima dan seterusnya, maka tidaklah akan mengherankan. Akan tetapi, bukannya bikin Spider-Man 4, studio Columbia Pictures dan Marvel malah langsung membuat
reboot atau mulai-ulang (bukan sepatu ulang) kisah Spider-Man, padahal perasaan baru kemarin trilogi aslinya beredar, cuman 1 dekade setelah Spider-Man pertama, dan 5 tahun saja sejak Spider-Man 3. Jangan-jangan di dekade 2020-an bakal di-
reboot lagi neh =|.
O well. Pendekatan di seri baru Spider-Man bertajuk The Amazing Spider-Man ini (kalo nggak salah ini sesuai judul komik asli Spider-Man,
you know, kayak Sailor Moon judul lengkapnya adalah Pretty Soldiers Sailor Moon *yaolotauajalhogue*) digadang-gadang lebih fokus pada Peter Parker/Spider-Man muda semasa SMA, serta disutradarai oleh Marc Webb yang film perdana
(500) Days of Summer-nya gw sukai itu...yup (500) Days of Summer yang bergenre drama/komedi/
romance itu. Jadi, The Amazing Spider-Man ini akan lebih romantis-kah? Hmmm,
you'll be the judge.
Yang pasti, The Amazing Spider-Man adalah sebuah origin story, kita kembali menyaksikan proses Peter Parker (Andrew Garfield) menjadi manusia super berkostum ketat berjuluk Spider-Man, yang jelas berbeda dengan versi yang kita ketahui dari film Spider-Man 2002. Dalam film ini pribadi Parker dikupas lebih mendalam, mulai dari bagaimana ia bisa tidak punya orang tua sehingga harus dirawat Oom Ben (Martin Sheen) dan Tante May (Sally "you like me" Field), hingga rentetan peristiwa yang perlahan membuatnya bertekad menolong sesama dengan kemampuan super yang ia dapatkan akibat digigit laba-laba mutan itu. Di antara rangkaian peristiwa tersebut terdapat kisah kasih Parker/Spider-Man dengan Gwen Stacy (Emma Stone in her natural blonde hair), gesekan dengan ayah Gwen yang kapten polisi (Denis Leary), serta pertemuan dengan ilmuwan bertangan satu, Dr. Curtis Connors (Rhys Ifans) yang diduga bisa menjawab pertanyaan Parker tentang orang tuanya yang meninggalkannya ketika masih sangat kecil. Tokoh supervillain-nya ada, tapi menurut gw itu hanya satu dari seluruh bagian film yang berfungsi sebagai pembangun karakter Peter Parker dan Spider-Man—serupa dengan Batman Begins yang penjahatnya baru ketahuan di 1/3 akhir film, sebagai semacam syarat atau "tes" penempatan sosok Spider-Man di tengah masyarakat, apakah dianggap penolong atau pengacau (lu kate gampang apeh jadi superhero =P). Namun untungnya, penempatan supervillain (kali ini The Lizard) di sini nggak asal tempel, justru disusun sangat erat hubungannya dengan Peter Parker secara personal, langsung maupun nggak langsung.
Jika trilogi asli film Spider-Man pendekatannya lebih berwarna dan komikal (dan sangat berhasil), maka The Amazing Spider-Man memang terlihat lebih grounded, membumi, dan less color. Terlihat dari tata adegan dan tek-tok dialognya yang dibuat sedemikian rupa seperti keadaan sehari-hari. Gw sih suka ya. Dalam kaitannya dengan Peter Parker, pendekatan ini membuat tokoh ini lebih believable dan simpatik. Gw menikmati perkembangan Peter Parker dari seorang remaja yang biasa-biasa aja, lalu tiba-tiba memiliki kekuatan tak biasa, kemudian dihantui rasa bersalah akibat sebuah peristiwa yang mendorongnya menggunakan kekuatannya itu untuk memburu penjahat, hingga akhirnya menyempurnakan kemampuan yang ia miliki untuk menolong orang, meski harus menghadapi reaksi beragam dari masyarakat, terutama kepolisian yang menganggapnya orang gila yang main hakim sendiri. Tetapi efeknya, somehow, perkara Spider-Man ini mendewasakan Parker, contoh yang paling kelihatan buat gw adalah pada titik ketika Parker sebagai Spider-Man harus memilih antara menangkap penjahat atau menolong orang-orang yang kesusahan. Yang awalnya hanya didasari motivasi dan ego pribadi perlahan berubah, demi hal yang lebih penting.
Dengan kisah, pengisahan dan pendekatan yang berbeda, gw nggak bisa bilang bahwa The Amazing Spider-Man ini lebih baik dari pada trilogi pendahulunya. Sebagai kisah asal muasal, gw lebih suka yang baru ini. Tetapi bukan berarti gw habis manis sepah dibuang sama yang lama, apalagi gw masih merasa Spider-Man 2 belum tergoyahkan di deretan atas film supehero komik terbaik, yang sukses mengawinkan drama dan aksi yang sama-sama asik dan moving, The Amazing Spider-Man belum dapat melebihi yang satu ini. Namun satu hal pasti yang gw sukai lebih baik dari trilogi aslinya adalah soal casting. Parker ABG yang di sini tetap dibuat quirky tapi lebih kelihatan cerdas dan nggak rendah diri, sekaligus sangat lincah nan witty ketika jadi Spider-Man (lebih mirip dengan Parker/Spider-Man versi kartun yang dulu sering gw tonton di RCTI, yang opening versi Indonesianya lagu rap itu) dibawakan dengan sempurna oleh Andrew Garfield, baik lewat gestur, ekspresi, maupun tutur kata (buat gw Tobey Maguire lebih kelihatan cengo daripada cerdas, sorry). Demikian pula Emma Stone yang menghidupi benar tokoh Gwen yang punya segala alasan untuk disukai cowok-cowok—blonde, lean, husky voice, lab coat, and not judgmental =)). Sedangkan kita tak perlu kecewa dengan penampilan aktor yang lebih senior seperti Martin Sheen, Sally Field, Denis Leary, dan Rhys Ifans, aktor-aktor yang bisa dipercaya untuk film yang pendekatannya lebih ke drama seperti ini.
Dalam benak gw sempat terbesit bahwa sebenarnya, bisa saja kisah masa lalu Parker dan supervillain baru ini disusun jadi lanjutan Spider-Man 3, gak perlu sampe di-reboot. Tapi yah lagi-lagi terserah yang punyalah. The Amazing Spider-Man sendiri jauh dari mengecewakan, bahkan bisa dibilang memenuhi ekspektasi gw. Tak hanya punya nilai produksi tinggi dengan efek visual canggih dan sebagainya, namun juga karena menampilkan nuansa baru, ada kekinian (baca: handphone, internet) dan semangat muda, ada kisah cinta remaja yang manisnya sama besar dengan serunya adegan-adegan aksi, lebih humanis dan natural tanpa meninggalkan keseruan dan absurditas asyik khas film-film superhero. Hal ini mungkin seperti kapak bermata dua, bisa menyenangkan penonton yang memang ingin kenal lebih dekat dan lebih dalam dengan si manusia laba-laba, namun bisa juga menjengkelkan penonton yang lebih menantikan adegan aksinya. Gw sih merasa nggak ada masalah, toh bagian dramanya disusun kuat dan menarik disimak, sedangkan deretan adegan aksi di paruh akhir film pun membayar lunas penantian itu. Cukup terhibur dan terpuaskannya diriku =).
My score:
7,5/10
NB: - Pengambilan gambar Gwen Stacy (Emma Stone) yang pirang dan berkulit putih di antara payung-payung hitam di tengah hujan itu buat gw keren banget! =)
- Peter Parker yang menyampaikan rumus alogaritma kayak mengulang peran Andrew Garfield di
The Social Network sebagai Eduardo Saverin, ya =D