Interchange adalah salah satu proyek yang cukup
striking buat gw. Di luar fakta bahwa ini produksi Malaysia bekerja sama dengan Indonesia, plus dukungan dua aktor kenamaan kita, Nicholas Saputra dan Prisia Nasution, film ini menarik karena menawarkan kisah misteri kriminal dengan unsur mistis khas yang dimiliki dua bangsa bertetangga ini, mungkin cuma belahan dunia sini yang kepikiran. Setelah cari-cari riwayat filmnya pun ternyata sutradaranya, Dain Iskandar Said lumayan dikenal sebagai salah satu sineas Malaysia yang pernah mendapat perhatian internasional lewat film
thriller Bunohan (2011). Plus dukungan rumah produksi Cinesurya dari Indonesia yang bikin film-filmnya Mouly Surya (
Fiksi,
What They Don't Talk About When They Talk About Love), wah Interchange ini sepertinya proyek para
wonderpeople, nggak mungkin sekedar drama supranatural/horor yang dibuat asal jadi.
Detektif Man (Shaheizy Sam) kedapatan sebuah kasus aneh, seseorang terbunuh dalam keadaan tubuh tergantung, dada terbelah, dan kering tanpa darah tersisa, tim koroner bahkan sampai menyatakan ini tak mungkin dilakukan manusia. Man memutuskan mengajak kembali Adam (Iedil Putra), fotografer forensik penyendiri untuk ikut menyelidiki kasus ini. Adam awalnya menolak, namun ketika Man menunjukkan pecahan klise kaca dari TKP—negatif untuk cetak foto zaman dahulu banget, Adam akhirnya tergerak untuk mengulik kasus ini. Apalagi, korban dengan modus serupa semakin bertambah. Di tengah ini semua, Adam bertemu dengan Iva (Prisia Nasution), tetangga kompleks rumah susunnya, yang pernah dilihatnya melakukan ritual misterius. Semakin dalam Man dan Adam menggali kasus tak wajar ini, semakin sering mereka bertemu dengan situasi janggal, dari kemunculan Belian (Nicholas Saputra) dengan kekuatan di luar manusia, hingga kemiripan teramat sangat seorang wanita di dalam foto yang berusia 100 tahun dengan sosok Iva.
Bayangan gw terhadap film ini cukup terbayar, terlebih soal konsep ceritanya. Gw harus nyatakan betapa tertariknya gw sama mitologi atau aturan supranatural yang dibangun dalam cerita film ini. Elemen ini memang berangkat dari kebudayaan di kepulauan Nusantara kita—di sini dibilangnya dari Borneo/Kalimantan tapi nggak tahu berdasarkan suku tertentu atau bukan, yang memang masih erat dengan hal-hal mistis. Memang film ini berjalan bak kisah kriminal karena bertumpu pada pengungkapan misteri dan mencari siapa pelakunya, tetapi jelas terbaca bahwa kasus ini pasti berhubungan dengan klenik yang "nyata" dalam dunia ceritanya, istilah kerennya magical realism, dan dirancang nggak sesederhana pelakunya jahat karena dendam atau just because he/she/they can. Semakin film berjalan, gw semakin tertarik dengan mitologi yang mereka bikin di sini. Gw menangkap ada konsep hubungan antara manusia, alam, dan teknologi, yang diolah cukup pas jadi sebuah cerita thriller. Mungkin karena gw juga masih orang Indonesia, motivasi, tujuan, dan cara ritualnya yang mistis itu dalam kaitannya dengan kasus kriminal tetap nyambung aja buat gw. Di kita 'kan ada aja orang yang lapor polisi karena disantet atau pelet, tho?
Film ini kemudian ditampilkan dengan atmosfer yang cukup dark. Walau setting-nya di Kuala Lumpur masa kini, film ini mengambil sisi-sisi yang antara sunyi banget atau yang "peliket" sekalian, khususnya ketika masuk ke ranah dunia mistisnya, plus dukungan efek digital yang lumayan. Namun, buat gw ini masih belum bisa menutupi pembawaan film ini yang nggak se-engaging yang seharusnya. Buat gw film ini mencapai puncaknya pada adegan laga pertemuan pertama Man dengan Belian, which is antara bagian awal dan tengah film. Sedangkan selebihnya, entah karena penataan adegan atau timing atau editing, nggak memunculkan intensitas yang setara dengan itu. Adegan ritual mistis-nya pun kemudian lebih terlihat aneh saja ketimbang freaky--gw berpikir ritualnya basically mengambil nyawa orang maka kesan ngeri harusnya bisa dimunculkan.
Demikian pula susunan karakternya sebenarnya berpotensi menimbulkan dinamika, ada Adam yang pendiam, Man yang witty, atau Iva yang sulit ditebak. Namun, kayaknya interaksi antar karakter ini kurang cair aja, entah karena filmnya yang sendu jadinya semua karakter diharuskan ikut begitu, atau ya karena merekanya memang masih belum seluwes itu dalam menggarap adegan-adegan seperti ini. Itu belum menyinggung beberapa detail penyelidikan yang terlalu subtle sehingga gw nggak tangkap--ini sih salah gwnya kali =P. Untungnya permainan para aktor yang oke, saat sedang masing-masing, lumayan ngangkatlah.
Gw tetap mau meletakkan Interchange dalam kelompok film yang patut ditengok. Konsep yang diusung aja sudah cukup kuat untuk menjadikannya sebuah karya yang beda, berhubung penggabungan elemen mistis lokal dengan gaya misteri/thriller-kriminal yang identik dengan sinema kebule-bulean nggak terlalu sering dibuat dengan kemasan yang cukup klop seperti ini--coincidently gw juga sangat menyukai film Kala (2007) milik Joko Anwar yang elemen konsepnya juga misteri-thriller-mistis =). Belum sampai pada tahap hebat, tetapi gw cukup senang bahwa film ini ada dan gw pernah menontonnya.
My score:
7/10