The Lady(2012 - Europa Corp.)Directed by Luc BessonWritten by Rebecca FraynProduced by Virginie Besson-Silla, Andy HarriesCast: Michelle Yeoh, David Thewlis, Jonathan Raggett, Jonathan Woodhouse, U Htunt Lin, Benedict Wong, Mon MonDalam dua dekade terakhir ini, tokoh perjuangan demokrasi Burma dan pemimpin partai National League for Democracy (NLD), Aung San Suu Kyi menjadi tahanan rumah (on and off gitu, dibebasin eh ditahan lagi berulang kali) oleh otoritas junta militer Myanmar. Kegiatan dan keberadaan dirinya serta orang-orang pendukungnya, diawasi ketat oleh pihak pemerintah. Myanmar/Burma sendiri adalah negara yang bisa dibilang paling terisolasi di antara negara-negara ASEAN, segala sesuatu termasuk informasi dikendalikan oleh pihak berkuasa. Dapat ditebak pemerintahannya selama ini tidak punya perwakilan oposisi, mirip "demokrasi orde baru" di kita dulu lah, dan banyak juga berita soal pelanggaran HAM dan represi terhadap kebebasan berpendapat. Gw pun yakin film The Lady nggak akan bisa syuting di Myanmar/Burma langsung, apalagi film ini tentang Aung San Suu Kyi dan partai NLD yang jelas-jelas berseberangan dengan otoritas yang ada. Oh, and if you're wondering about the country's name, 'Myanmar' adalah nama resminya sejak 1989, namun 'Burma' juga masih digunakan. Bahkan sebagian warganya sendiri (yang pro-demokrasi) ogah pake nama 'Myanmar' karena dianggap itu nama pemberian sepihak pemerintah junta militer yang menurut mereka tidak sah. Di The Lady sendiri kita nggak akan menemukan satu pun penyebutan 'Myanmar', selain karena dalam bahasa Inggris 'Burma' telanjur lebih dikenal, mungkin juga karena secara ideologi lebih sesuai dengan yang diperjuangkan Aung San Suu Kyi dan pendukungnya.
The Lady dengan secukupnya memberikan gambaran keadaan Burma yang menjadi latar perjuangan Aung San Suu Kyi. Sebelum memperoleh kemerdekaan penuh dari kolonial Inggris, Jenderal Aung San yang tergabung dalam panitia persiapan kemerdekaan Burma ditembaki secara kejam pada tahun 1947 oleh oknum-oknum berpakaian militer yang diduga adalah suruhan lawan politik Aung San cs. Beralih pada tahun 1988, putri sang Jenderal, Aung San Suu Kyi (Michelle Yeoh) yang telah lama tinggal di luar negeri bahkan menikah dengan seorang pria Inggris, Michael Aris (David Thewlis), kembali pulang ke Yangon (bacanya kalo nggak salah 'yan-gon', versi Inggrisnya jadi Rangoon), ibukota Burma demi menjenguk ibunya yang terkena stroke. Padahal kota Yangon sedang bergelora karena gerakan protes mahasiswa yang tak jarang menimbulkan korban jiwa karena tindakan main tembak oleh tentara pemerintahan. Suu Kyi tergerak dengan peristiwa ini, selain melihat sendiri keadaan negerinya yang masih jauh dari sejahtera. Namun tak disangka beberapa pemrakarsa gerakan perubahan (mahasiswa dan tokoh-tokoh universitas) datang kepadanya untuk meminta dukungan dalam mewujudkan demokrasi di Burma, ini sekaligus penghormatan mereka terhadap ayah Suu Kyi yang dianggap pahlawan besar bangsa ini.
Akan tetapi fokus utama The Lady tidak hanya pada perjuangan politik Suu Kyi. Film ini justru berpakem pada hubungan Suu Kyi dan Michael Aris selama perjuangan Suu Kyi dari tahun 1988 ketika ia memulai aktivitas politiknya, hingga 1999 Aris meninggal karena kanker prostat. Menarik disimak bahwa bagaimana perjuangan Suu Kyi bisa menarik perhatian dunia adalah karena Aris. Mulai dari raihan hadiah Nobel 1991 hingga membawa isu ini ke Amerika serta PBB dilakukan Aris, bahkan Aris bersikeras agar Suu Kyi tidak menemani dirinya saat sakit di Inggris karena kalau Suu Kyi keluar dari Myanmar belum tentu ia diizinkan kembali lagi. That is true love. Di tengah-tengah situasi yang mencekam, kasih sayang Suu Kyi dan Aris serta kedua putra mereka, Alexander (Jonathan Woodhouse) dan Kim (Jonathan Raggett) tetap terjalin erat, meskipun kali pertemuan mereka dalam satu dekade itu bisa dihitung dengan jari melewati dinamika politik dan sosial di Myanmar/Burma. Mereka percaya dan mengerti betul perjuangan Suu Kyi, bahkan mendukungnya dengan sepenuh hati. Mungkin inilah yang membuat Suu Kyi kuat dalam bertahan. Perjuangan agar setidaknya rakyat Burma dapat bebas memilih sendiri pemerintahannya tidak pernah surut, meskipun dihalang-halangi, ditahan menggunakan hukum yang dibuat-buat, dimanipulasi oleh pihak berkuasa—partainya jelas-jelas menang telak di pemilu 1990 tapi didiskualifikasi karena status dirinya tahanan, Suu Kyi justru makin tegar dalam perjuangannya yang berprinsip perlawanan tanpa kekerasan.
Dengan tema yang terdengar serius dan cukup beresiko (
I'm pretty sure film ini bakal di-
banned di Myanmar), The Lady rupanya hadir menjadi film biopik yang berhasil dalam berbagai segi, yang terutama adalah film ini tidak membosankan. Mungkin inilah yang menjadi
advantage dari sutradara Prancis, Luc Besson yang selama ini lebih dikenal dengan film-film aksinya (Leon/The Proffesional, The Fifth Element), ia menata berbagai
mood dengan lincah, mulus dan nggak buang-buang waktu, dari yang tegang, mengharukan sampai yang lucu. Penggambarannya tentang junta militer juga cukup efektif, mulai dari Jenderal Ne Win (U Htut Lin) yang
supersticious dalam mengambil keputusan, sampai strategi cerdas membuat Suu Kyi "ditahan tapi nggak kenapa-kenapa", semacam sandera, mengingat besarnya dukungan rakyat kepadanya (kebalikan dengan para pengikut/simpatisan NLD yang dipenjarakan dengan tidak manusiawi). Segi produksinya pun cukup meyakinkan dalam menggambarkan Burma pada masanya, budaya dan rakyatnya, seperti penampilan beberapa etnis minoritas, juga suasana kota Yangon dan Pagoda Besarnya di tengah-tengah (pastinya ini efek visual, 'kan syutingnya di Thailand). Namun yang jadi sorotan utama sudah pasti performa Michelle Yeoh yang mendapat
role of her lifetime. Dengan kemiripan di beberapa
angle wajah dengan Suu Kyi asli, Yeoh juga mampu memberi penampilan nyaris tanpa cela bahkan mencerminkan karisma seorang pemimpin sebagaimana Suu Kyi. Mungkin tidak bisa dibandingkan dengan Meryl Streep di
The Iron Lady...
well, at least The Lady
is a much better and less boring film =P.
Selain informatif, menghibur, dieksekusi rapi, juga menginspirasi, gw melihat sense of admiration yang besar dari pembuat film ini terhadap Aung San Suu Kyi, dan cukup berhasil mengajak gw untuk merasakan hal yang sama, terlepas dari tidak semua peristiwa yang dialami Suu Kyi pada periode itu ditunjukkan seluruhnya. Dalam The Lady gw melihat impresi Suu Kyi yang lemah lembut dan berpendirian teguh. Sangat menginspirasi, meskipun jadinya kurang digali sisi kerapuhannya, semisal sifat tempramental yang disebut sendiri di dialognya tapi nggak ditunjukkan, but I can tell she is stubbron =D. Gw pun salut pada batasan fokus pada dekade pertama aktivitas politik Suu Kyi dan lebih khusus lagi sampai pada akhir hidup Michael Aris sang suami, karena sudah cukup mempresentasikan bagaimana sosok Suu Kyi, Aris, dan Myanmar/Burma pada masanya dengan baik (berita terbaru, tahun ini, akhirnya Suu Kyi dapat kursi di parlemen, that's step 1), serta kaitan dan pengaruhnya satu sama lain dengan logis. Lebih salut lagi adalah semua itu terangkum dalam satu tema: cinta. Ketika cinta keluarga di tanah seberang sama besar dengan cinta terhadap tanah air. Gw yang dulu sebenarnya gak begitu tahu tentang Aung San Suu Kyi *malu*, akhirnya cukup mengerti mengapa sang Anggrek Baja ini dikagumi banyak orang.
My score
7,5/10