Titanic(1997, 2012 re-release in 3D - 20th Century Fox/Paramount)Written and Directed by James CameronProduced by Jon Landau, James CameronCast: Leonardo DiCaprio, Kate Winslet, Kathy Bates, Gloria Stuart, Billy Zane, Frances Fisher, Bill Paxton, David Warner, Jonathan Hyde, Victor Garber, Bernard Hill, Danny NucciFilm Titanic membawa gw pada memori 14 tahun yang lalu, masih kelas 6 SD, saat itu sedang tinggal di Manila, Filipina. Gw tau ini film terkenal, box office, dan (saat itu awal 1998) memenangkan banyak penghargaan, udah lebih dari 2 bulan ini film masih tayang aja di bioskop. Saat itu gw nggak nonton di bioskop karena penegakan rating di bioskop-bioskop Manila cukup tegas jadi gw yang belum berusia 13 tahun dipastikan gak boleh masuk. Tetapi saat itu lagi booming-nya VCD bajakan (pinjem dari teman, bawaan dari Indonesia =D), jadi lewat media itulah gw nonton film ini pertama kali, sekaligus menandakan first encounter gw dengan yang namanya VCD bajakan, hehe—and yes, adegan lukisnya bukan versi sensoran =P. Rupanya beberapa bulan kemudian, Titanic semakin laris di hampir seluruh belahan dunia dan akhirnya mencapai status sebagai film dengan penghasilan kotor nominal TERtinggi di dunia (hampir 2 milyar dolar worlwide, di Amerika aja 600 jutaan dolar) selama sekitar 12 tahun.
Tidak sulit mengatakan bahwa Titanic adalah salah satu film paling terkenal di muka bumi, kesan awalnya saja sudah begitu epik dan bombastis. Dana produksinya saat itu mencapai rekor termahal (200 juta dolar) untuk sebuah judul film. Lagu temanya "My Heart Will Go On" yang dinyanyikan Celine Dion diputar secara (terlalu) heavy rotation dimana-mana dan diingat oleh hampir semua orang sampe-sampe muncul versi Kenny G hingga house music. Di-boost lagi dengan raihan 11 Piala Oscar—termasuk Best Picture dan Best Director, serta menyapu bersih semua kategori teknis kecuali Make-Up—yang juga menular di ajang MTV Movie Awards (plus 4 Grammy buat lagunya itu), memperkuat kedigdayaan Titanic sebagai film komersial tersukses yang pernah ada dalam skala global. Dan kita belum bahas home video dan penayangan di televisi.
Apa sebab kesuksesan masiv dari film yang punya varian penyebutan mulai dari yang benar tai-tæ-nik, sampai ti-ta-nik atau tai-teu-nik ini? Apa sebab masa peredarannya di bioskop bisa sangat lama (di Amerika sampe 10 bulan)? Bagaimana bisa film film ini mengumpulkan pendapatan luar biasa padahal bukan sekuel atau adaptasi, tanpa 3D, dan bahkan bukan film semua umur? Apa yang bisa membuat orang banyak betah nonton film sepanjang 3 jam seperempat di bioskop, bahkan ada yang lebih dari satu kali? Terus terang seusai menyaksikannya gw nggak bisa bilang ini film terbagus yang pernah gw tonton. Tetapi setiap kali gw meninjau kembali film ini lewat DVD (yang resmi duong *sok*), gw akui, komplain gw terhadap Titanic sangatlah sedikit. It's a great production and an enjoyable film. Palingan cuma bagian tragedi cinta membara muda-mudi beda kasta yang sangat telenovela yang bagi gw bukan bagian terbaik dari film ini—yang juga tampaknya jadi alasan sebagian pecinta film agak risih untuk sama sekali suka film ini, we call it 'denial' =D. Nggak ada yang salah sih dengan kisah dan intrik ala telenovela/opera sabun asalkan dieksekusi dengan baik dan nggak serba menyusahkan atau menggampangkan. Tambahkan potrayal tentang sosial-budaya serta thrill malapetaka dibalut efek visual efektif, izinkan gw menyatakan bahwasanya sesungguhnya Titanic adalah opera sabun yang bagus banget =D.
Gw baru-baru ini menyaksikan rilis ulang film Titanic, kali ini dengan tambahan konversi 3-dimensi, dalam rangka memperingati 100 tahun sejak tenggelamnya RMS Titanic (tepatnya 14 April 1912), kapal pesiar termegah dan terbesar yang pernah dibuat saat itu namun langsung tenggelam di pelayaran perdananya. Terlepas dari efek 3D-nya yang nggak tridi-tridi amat (one does not simply convert films into a fine 3D =P), inilah kesempatan gw untuk akhirnya nonton Titanic di bioskop. Nggak sepecicilan George Lucas, James Cameron konon tidak mengubah apa-apa dari film aslinya untuk versi ini. Baguslah, toh filmnya juga sudah fine sebagaimana adanya. Titanic adalah sebuah teladan bagaimana filmmaker mengerahkan segala ilmu yang mereka punya dalam berbagai aspek lalu menatanya menjadi sebuah tontonan yang apik dan berkesan. Ketelitian sejarah tentang Titanic dan segenap isinya yang ditunjukkan melalui kemegahan tata artistik+kostum dan efek visualnya—ketika animasi CGI belum "menggila" di Hollywood—adalah buktinya. Bagaimana proses tenggelamnya kapal yang bersesumbar unsinkable ini dipaparkan dengan jelas sebagaimana baiknya film berlatar sejarah, dan dengan dramatis sebagaimana harusnya sebuah film tentang bencana. Meski dengan efek visual yang sedikit outdated, namun ditonton sekarang pun belum terlihat konyol, masih oke banget. Yang jelas terlihat adalah dana muahal yang dianggarkan tidak habis dengan sia-sia.
Satu hal yang gw baru ngeh seusai nonton barusan ini, adalah cara Cameron mempersembahkan film ini menjadi tontonan semua orang. Informasi soal peristiwa tenggelamnya Titanic—yang btw katanya cukup mendekati data dan fakta penelitian—disampaikan dengan sedemikian rupa sehingga bisa dengan mudah diterima penonton yang nggak semuanya tau dan peduli soal sejarah, dengan cara menuturkan sebuah kisah fiksi penumpangnya, dalam hal ini lewat narasi oma Rose (Gloria Stuart) yang ceritanya salah satu penumpang yang selamat dari tragedi itu. Cara ini sangat efektif karena membuat penonton tetap memberi perhatian terhadap kisah dan sejarahnya dengan rasa, bukan sekedar tau saja. Lebih salut lagi adalah bisa-bisanya Cameron membuat ratusan adegan yang ada di dalam film ini menjadi momen-momen yang mudah diingat—ow adegan Rose (Kate Winslet) dan Jack (Leonardo DiCaprio) di ujung haluan kapal dengan "I'm flying"-nya hanya salah satu saja—dan masih mengasyikan ketika disaksikan lagi. Film ini sukses meleburkan peristiwa sejarah dengan romansa 2 anak manusia (dan pihak-pihak yang merintangi cinta mereka *tsaaah) lengkap dengan sisipan eksaminasi sosial dan keangkuhan manusia. Bukan cuma mengandalkan teknologi sinema tercanggih lalu kasih lihat "nih kapalnya tenggelem", tetapi menggunakan pendekatan manusiawi dalam bercerita, membuat seakan penontonnya merasakan apa yang para korban Titanic rasakan langsung secara emosional.
Mungkin itulah kunci sukses luar biasa Titanic, film yang dikemas apik untuk mata dan pikiran serta menyentuh hati, yang ditata dengan sangat efektif sehingga meninggalkan kesan dan dampak yang tidak mudah berlalu. Gw baru nonton sekitar kurang lebih 4 kali dan meski nggak menganggapnya sebagai favorit, gw belum bisa menemukan alasan untuk membenci film ini. Well okay, lantunan nada "My Heart Will Go On" mungkin sudah lumayan bikin muak dan menggila sekalipun lagunya memang indah (yes, I do think so). Tetapi, menyaksikan film selama 3 jam lebih plus memakai kacamata 3D demi efek 3D yang gak terlalu ngaruh seharusnya bukan masalah kalau filmnya sudah berhasil "menenggelamkan" kita dengan sendirinya—ini sebabnya gw membahas 'Titanic' bukannya 'Titanic in 3D' =). Titanic tetaplah Titanic, sebuah karya sinema yang selalu punya tempat di ingatan dan hati banyak orang termasuk gw, dan memang pantas demikian.
My score:
8/10
ADS HERE !!!