Modus Anomali(2012 - Lifelike Pictures)Written and Directed by Joko AnwarProduced by Sheila TimothyCast: Rio Dewanto, Hannah Al Rashid, Izzi Isman, Aridh Tritama, Surya Saputra, Marsha Timothy, Sadha Triyudha, Jose GamoFirst of all, menonton Modus Anomali menjadi pengalaman berkesan karena gw ikut acara nonton bareng yang diorganisir oleh manager blog
Database Film di Bioskop Indonesia barengan komunitas
Moviegoers Indonesia (
thank you for the wonderful event, guys). Saking rame peminatnya, akhirnya nonton barengnya gak cuma beli tiket dan duduknya bareng-bareng, tapi jadi
booking satu studio untuk satu pemutaran film di Blitz Pacific Place Jakarta, hebring ye.
Excitement-nya bisa jadi karena berita bahwa kami akan dihampiri oleh kru dan pemain dari film ini (yang beberapa jam sebelumnya mengadakan lokakarya di gedung yang sama) yang berarti bisa tanya jawab langsung dengan orang-orang yang bertanggung jawab atas film ini—dan ini berjalan mengasyikan, ada Joko Anwar dan Sheila Timothy serta pemainnya banyak kali yang datang.
Namun di luar itu,
excitement juga pastinya datang dari ekspektasi terhadap karya terbaru Joko Anwar ini sendiri. Di kalangan pecinta film, Joko Anwar adalah spesimen istimewa perfilman Indonesia generasi 2000-an, karena karya-karya-nya selalu
fresh, beda, berkesan dan berkarakter, baik dari cerita maupun tampilan visualnya (yang bagi gw paling "kelihatan kayak film" daripada yang lain). Kita sudah yakin akan kualitas artistik dan naratif bang Joko sejak Janji Joni dan Kala (yang
so far jadi film Indonesia terbaik yang pernah gw tonton seumur hidup, terlepas statusnya yang ora payu blas), kemudian
Pintu Terlarang yang merupakan kolaborasi perdananya dengan produser (yang cantik) Sheila Timothy, meskipun menimbulkan banyak pertanyaan dan diwarnai penonton
walk out sebelum filmnya habis =P, kembali mengukuhkan bahwa Joko Anwar tahu benar cara membuat film yang memberi sensasi berkelas kepada penontonnya.
Sekarang hadir Modus Anomali...*helanapas*..sulit juga menekankan tentang poin penting dari film ini tanpa spoiler. Menuliskan sekedar premis "seorang pria yang sedang berlibur di hutan mendapati dirinya dikejar-kejar seorang pembunuh bersenjata tajam yang juga telah membunuh istrinya" pasti bakal dianggap basix to the max. Tapi ini filmnya Joko Anwar, pasti ada se-su-wa-tu yang membuatnya tidak sesederhana kedengarannya. Seorang pria berwujud Rio Dewanto mendapati dirinya terbangun dari dalam (ya, dalam, bukan atas) tanah di tengah hutan. Ia nggak tahu ada di mana dan sedang berbuat apa, lebih parah lagi ia nggak punya ingatan tentang identitas dirinya. Setelah berkeliling ia menemukan sebuah kabin (semacam vila) yang dilengkapi handycam yang dilabeli tulisan Sony HD...wait...oh...dan "Press Play". Tak disangka si pria ini menyaksikan rekaman pembunuhan seorang wanita hamil (Hannah Al Rashid) oleh sesosok berkostum kamar bedah, dan sesudah itu ia baru sadar ada mayat wanita tersebut di dalam kabin. Belakangan si pria menemukan bahwa dirinya bernama John Evans, dan ternyata wanita hamil itu adalah istrinya, malah ia masih punya dua anak, perempuan (Izzi Isman) dan lelaki (Aridh Tritama) yang seharusnya berlibur bersama-sama mereka di hutan itu, namun kini keberadaannya entah dimana. Sembari mencari kedua anak itu, John pun harus adu sembunyi dengan si sosok berkostum kamar bedah yang mengejarnya di tengah gelapnya hutan, pun harus mengungkap misteri kenapa ia mengalami hal-hal mengerikan ini.
Yang barusan gw tulis itu hanyalah separuh dari film ini. Jadi film ini soal apa? Bunuh-bunuhan? Pengungkapan misteri? Deuh...lagi-lagi agak susah kalo nggak spoiler *tetep*. Namun yang mungkin paling aman gw tuliskan di sini adalah bagaimana harus mempersiapkan diri saat menontonnya: jangan terlalu pusing bertanya hal yang rumit-rumit. Kalo gw sih agak merujuk sama judulnya. Ikuti tokoh John yang juga nggak tahu apa-apa, anggap saja sepanjang film kita sedang menyaksikan "modus", yang dengan asal aja gw anggep bermakna mirip dengan "modus operandi", yakni cara, terkhusus lagi di sini cara satu pihak membuat pihak lain menderita, seakan seperti permainan, dan ketika terungkap keseluruhan modus itu—terima kasih kepada Joko Anwar yang lewat pacing-nya yang agak lambat seakan memberi waktu bagi penonton mencerna misteri yang dihadirkan, terungkaplah makna "anomali" a.k.a. yang aneh, lain dari biasanya. Makna ini buat gw sedikit menjelaskan apa sih maksud film ini (setidaknya secara mendasar), yaitu sebuah cara nyiksa orang yang emang belum pernah kepikiran, orisinil, cerdas serta "sakit". Pelakunya mungkin bisa kita tebak, tapi MODUS-nya itu yang luar biasa. Gw geleng-geleng ketika semuanya terungkap, belagak sok pintar pun ternyata nggak guna. Untung aja ya bang Joko jadi filmmaker bukannya preman atau pembunuh bayaran. Emang kayak gimana sih modusnya? Aaaaaaaaaada deeeeh.....
Dengan ide yang menurut gw brilian, Modus Anomali justru tampil sangat sederhana dibandingkan film-film Joko Anwar terdahulu. Tokohnya sedikit (80% durasi yang kelihatan hanya Rio Dewanto seorang), setingnya juga cuman di hutan mirip Purwakarta itu, tanpa hal-hal vintage penuh warna, durasinya yang pendek nggak nyampe 90 menit, belum lagi kalau membahas film ini berseting di sebuah negara antah-berantah yang penduduknya berwajah Melayu/campuran dan berbahasa Inggris berlogat ke-Amerika-an (untungnya nggak menganggu)—bukan Filipina juga, soalnya mobil di film ini setirnya di kanan. Mungkin Modus Anomali ini juga bisa disebut "anomali"-nya karya Joko Anwar, paling beda. Namun perbedaan itu tidak mengurangi kepuasan dalam menikmatinya. Naskah yang sudah solid, intensitas ketegangannya pun sangat terjaga sehingga bikin gw betah menanti apa yang akan terjadi. Sinematografi dan desain produksinya mantaf menyanjung mata sebagaimana bisa diharapkan dari seorang Joko Anwar, plus bidang tata suaranya dahsyat. Sekali lagi bang Joko telah menghasilkan sebuah pengalaman sinematik yang sebenar-benarnya, yang bikin kita merasa memperoleh imbalan setimpal atas usaha dan dana untuk menonton di bioskop, film Indonesia pula.
So yes, I think Modus Anomali, dengan kualitas teknis mumpuni dan olahan naskah yang sangat baik, adalah satu lagi bukti bahwa film Joko Anwar=wajib tonton. Gw puas sama film ini, bahkan lebih puas daripada Pintu Terlarang, mungkin karena yang ini lebih simpel kali ya, dan darah-darahannya juga nggak sebanyak itu (tapi tetep ngilu, men). Kita diajak bertanya-tanya sambil terkaget-kaget dan berngeri-ngeri hingga pada satu titik dibeberkan semuanya. Bagian bertanya-tanya dan berngeri-ngerinya itu tadinya gw rasa agak menjemukan dan dragging, tetapi terbayar dengan sangat pantas di 3rd act. Performa pemain pun cukup baik, paling suka penampilan singkat Hannah Al Rashid (di rekaman video) yang bermain sangat hidup dan believable serta punya aksen paling oke =D. Boleh banget lah film ini. Nah, kalo filmnya lebih menunjukkan modus, sekarang yang sebenarnya juga menarik didiskusikan lebih lanjut adalah motifnya...tapi nggak bisa sekarang atau di sini, musti spoiler gilak dulu itu mah =P.
My score:
8/10