Beasts of the Southern Wild(2012 - Fox Searchlight)Directed by Benh ZeitlinScreenplay by Lucy Alibar, Benh ZeitlinBased on the play "Juicy and Delicious" by Lucy AlibarProduced by Michael Gottwald, Dan Janvey, Josh PennCast: Quvenzhané Wallis, Dwight Henry, Gina Montana, Levy Easterly, Lowell Landes, Pamela Harper, Jovan HathawaySejak sukses meraih banyak perhatian dan penghargaan di Festival Film Sundance dan Cannes tahun 2012 lalu, terkhusus pada bidang teknisnya, penasaran juga gw sama Beasts of the Southern Wild, sebuah debut film panjang dari sutradara dan penulis Benh Zeitlin. Tentu saja statusnya yang "film independen" (yang artinya punya gaya yang berbeda dengan film-film konvensional/Hollywood) sedikit menimbulkan kewaspadaan, tapi kemudian film ini melenggang mulus juga sebagai unggulan Oscar sehingga...yah...kita coba aja.
But then again, Beasts memang agak berbeda dari apa yang pernah gw tonton. Mungkin yang paling mendekati adalah gayanya Terrence Malick dalam film macam
The New World dan
The Tree of Life, tetapi Beasts masih lebih naratif (lebih ada ceritanya =p)...walau rada absurd juga.
Beasts adalah film fantasi tapi realis yang mungkin nggak enak dilihat. Latarnya adalah di sebuah pulau fiktif di selatan Amerika Serikat yang rawan ditenggelamkan air, hidup sebuah komunitas terasing yang asik sendiri, menolak modernitas dan kekayaan, mungkin semacam hippies. Tempat ini namanya Bathtub, rumah-rumahnya fungsional tapi kumuh, dan penduduknya dekil-dekil doyan udang dan alkohol. Rumah si tokoh utama sendiri isinya kayak hasil mulung sampah. Kebutuhan mereka didapat dari hidangan laut, plus bensin dan beberapa makanan kaleng yang bisa dibeli di kota. Uangnya dari mana? Jangan tanya gw. Satu hal yang unik adalah penonton dibiarkan melihat segala sesuatu dari sudut pandang seorang anak perempuan sekitar 6-7 tahun bernama Hushpuppy (Quvenzhané Wallis), jadi wajar jika ada beberapa hal yang sulit dimengerti karena sebagaimana si tokoh utama, mungkin "belum waktunya" bagi penonton untuk mengerti semuanya *yakale*.
Hushpuppy sebagaimana anak-anak lainnya masih asik bermain ke sana ke mari sambil berkhayal-khayal, termasuk bagaimana ia senang sekali mendengarkan detak jantung makhluk hidup. Ia hidup hanya dengan ayahnya, Wink (Dwight Henry) yang mengajarkannya banyak hal meski agak keras—tapi tidak untuk hal yang dianggap akan sangat-sangat bikin terpukul. Sepengetahuan Hushpuppy ibunya "pergi"—tak jelas minggat atau meninggal, namun ia sering diceritakan kisah-kisah fantastis sang ibu oleh ayahnya, seperti mampu nyalain kompor tanpa pemantik, sendirian bunuh buaya terus digoreng dan dimakan, dsb. Bisa dibilang di tengah-tengah kekumuhan, Hushpuppy diajarkan bahwa hidup mereka sudah cukup dan bahagia. Namun, kebahagiaan dan kecukupan itu diuji ketika Wink sempat menghilang beberapa hari, Bathtub diserang badai, timbul banjir, dan munculnya kembali makhluk celeng purba aurochs (?).
Simpelnya sih, sepanjang film ini Hushpuppy kecil sedang diajarkan untuk jadi manusia tangguh, bertahan hidup di lingkungan tempat dia tinggal yang menantang itu, belajar untuk mencari ketimbang merasa kehilangan, belajar take charge. Kenapa? Well, itu memang prinsip komunitas mereka, termasuk yang Wink ajarkan kepada Hushpuppy (meski berkali-kali mengujar "you wouldn't understand"), lebih baik bertahan dan berjuang di rumah sendiri yang kebanjiran ketimbang pergi ke pengungsian yang mengekang. Kenapa dini sekali? Karena kali ini, waktunya sudah tak banyak. Hubungan anak dan ayah yang tidak biasa ini menjadi benang merah yang kuat dari Beasts, gw bisa nangkep itu...tetapi hubungannya sama keberadaan/simbolisasi auroch yang bangun dari es kutub dan jalan menuju Bathtub? Tauk deh. Lagi-lagi, mungkin gw belum harus ngerti semuanya tentang film ini =p.
Beasts adalah sebuah karya unik dan bervisi, apa yang mau ditampilkan pembuatnya cukup jelas—setidaknya dari segi visual. Pujian harus gw berikan terutama sutradara Benh Zeitlin yang sukses membangun sebuah dunia sedemikian rupa dengan penuturan yang agak antik, plus penataan musik yang cakep sekali, khas wilayah Louisiana gitu *sotoy*. Apalagi Zeitlin sukses mengumpulkan pemain-pemain non-profesional, termasuk yang jadi Hushpuppy (males nyebut nama aslinya) dan Wink, untuk berperan dengan baik dalam film ini, mereka tampil pada tanpa terlihat amatir-amatir amat. Tata kehidupan warga Bathtub yang rada barbar itu mungkin agak bikin gerah, belum lagi pengambilan gambarnya yang bergoyang-goyang dan redup pun menambah "kegerahan" kala menyaksikannya, tetapi kalau emang begitu maksudnya, ya sudahlah. Ada kok keindahan tersembunyi di balik apa yang disaksikan, misalnya sense of community yang kuat dari warga Bathtub, juga ada keindahan dibalik karakterisasi Hushpuppy yang dibuat selayaknya anak-anak dengan kepolosannya dan kemudian berkembang selayaknya anak-anak pula.
Tetapi mungkin keindahan-keindahan tersembunyi itu hanya bisa ditemukan seusai menyingkirkan memori tak nyaman dari suasana filmnya, kekesalan sama beberapa karakternya, juga kebingungan gw antara hubungan adegan ini dan adegan itu, peristiwa ini dengan peristiwa itu, serta endingnya, yang mungkin perlu perenungan lanjut atau nonton ulang untuk dapat dipahami. Ya singkatnya, gw sebenarnya nggak terlalu enjoy kala menyaksikan 90-an menit film ini =p. Tapi sedikitnya gw tahu film ini punya maksud baik, apapun gerangan maksud itu. Ow, dan gw nggak mau bayangin tokoh-tokoh di sini baunya kayak apa...
My score:
6,5/10
ADS HERE !!!