Sepanjang pengetahuan gw film-film Thailand sering hadir dengan premis-premis yang cukup menarik. A Gift, however, kalau dijabarkan sebenarnya nggak termasuk yang menarik, hanya saja latar belakang proyek ini yang menarik. A Gift adalah sebuah proyek spesial penghormatan terhadap Raja Bhumibol yang mangkat bulan Oktober 2016 lalu. Uniknya, dan mungkin beruntungnya, ada satu cara agar proyek tribute ini tetap bisa appealing sebagai film, yaitu fakta bahwa sang raja adalah penyuka musik dan pencipta lagu. Maka A Gift dikonsepkan sebagai omnibus tiga cerita--dan tiga genre--terinspirasi dari tiga lagu gubahan Raja Bhumibol, dengan cerita-cerita ringan memakai pemain-pemain muda berpenampilan menarik (ibarat syarat ngelamar kerja ke bagian humas dan SPG ye) yang mungkin diharapkan bisa menggaet penonton muda. Walau, again, buat gw sih dari segi cerita film ini nggak spesial.
Cerita pertama adalah sebuah roman anak muda yang terjadi hanya beberapa jam di sebuah event diplomat. Beam ("Nine" Naphat Siangsomboon) dipilih untuk jadi stand-in tamu kehormatan dalam gladi resik, bersama Pang (Violette Wautier) jadi stand-in istrinya, demi kepentingan latihan flow acara dan dokumentasi. Interaksi mereka selama gladi resik pun berlanjut lebih dalam dari sekadar kenalan nama dan ngobrol-ngobrol. Cerita kedua adalah drama keluarga yang berpusat pada Fa ("Mew" Nittha Jirayungyurn) yang harus full-time merawat ayahnya, Pom (Chaiwat Jirawattanakarn) selepas meninggalnya sang ibu, Fah (Patranij Thirananthasit). Pom sendiri menderita Alzheimer dan masih mengira Fah belum meninggal. Kedatangan tukang setem piano, Aey (Sunny Suwanmethanon) memberikan semangat baru untuk Fa dalam merawat ayahnya. Cerita ketiga adalah sebuah komedi tentang Llong ("Ter" Chantavit Dhanasevi), mantan vokalis band metal yang kini kerja kantoran, namun terpanggil untuk memimpin sebuah band para pegawai kantornya sekalipun nggak disetujui atasannya.
Oke, kalau gw coba breakdown apa yang tersaji di sini mungkin semacam tiga contoh bagaimana sineas Thailand sering mengolah film-filmnya. Segmen pertama (berdasarkan lagu "Love at Sundown) menurut gw adalah yang paling menarik dan mungkin konsepnya paling pas sebagai sebuah cerita pendek. Selain bisa tampil romantis manis lucu dan sebagainya, bagian ini juga yang paling smooth dalam transisi adegan dan emosinya, dan nggak terasa overloaded sekalipun banyak yang terjadi dalam kurun waktu satu hari ceritanya, cuma akting pemainnya aja kali ya yang masih so-so--dan di segmen ini ada semacam "kearifan lokal" dari nasi box panitia acara =D. Segmen ketiga (berdasarkan lagu "New Year Greeting") juga tone cerianya agak mirip dengan yang pertama, tetapi ini lebih digeber lagi komedinya. Jenis komedinya itu kadang oddball kadang juga receh sih, beberapa kali trying too hard untuk jadi lucu, tetapi untuk segmen penutup bagian ini termasuk asyik karena paling meriah.
Gw sedikit bermasalah sama segmen kedua (berdasarkan lagu "Still On My Mind) yang tone-nya paling beda sendiri, karena paling depresif sekalipun masih diselipkan humor. Dengan premis mengharukan, segmen ini pun akhirnya dibawa mengharu biru mungkin karena komposisi lagu yang diangkat memang lebih membuai. Konsep ceritanya cukup bagus, tetapi gw rasa agak terlalu berat untuk dijadikan sebuah cerita pendek, banyak hal yang bisa dieksplorasi terpaksa harus diredam--proses Fa menerima penyakit sang ayah dan dampak-dampaknya, atau hubungannya dengan saudara-saudaranya, atau metode "antik" Aey dalam merawat Pom. Sehingga pada akhirnya gw sempat merasa cerita kedua ini flat dan over-melodramatic sekaligus, adukannya kayak kurang rata, ya gara-gara ide keseluruhannya harus disampaikan dalam waktu yang singkat itu.
Meski demikian, dalam kemasan keseluruhan, A Gift cukup menghibur gw. Production value-nya sendiri tidak terlalu fancy, bahkan kalau boleh bilang gw agak underwhelmed bahwa look filmnya nggak semeriah posternya, tetapi cerita-cerita yang agak biasa itu bisa disampaikan dengan cukup baik, plus bisa berkait dengan lagu-lagu yang memang jadi kerangka dasar eksistensi proyek ini. Asyiknya lagi, lagu-lagu tersebut dikemas dalam aransemen yang sangat keren, agak-agak jazz gitu, bahkan lagu terakhir bentuknya ska, sehingga memang benar-benar bisa dinikmati secara universal, bukan hanya karena lagu-lagu tersebut ciptaan mendiang Raja. Sehingga, niat untuk memberi penghormatan akan legacy sang Raja yang lebih personal di luar urusan kenegaraan, sekaligus membuat tontonan yang menghibur, gw bilang sih film ini sukses mencapainya.
My score:
7/10