Shy Shy Cat(2016 - Starvision)
Directed by Monty TiwaWritten by Adhitya Mulya, Monty TiwaProduced by Chand Parwez Servia, Fiaz ServiaCast: Nirina Zubir, Acha Septriasa, Tika Bravani, Fedi Nuril, Titi Kamal, Soleh Solihun, Budi Dalton, Fitria Sechan, Iszur Muchtar, Juwita Bahar, Adelia RasyaApa yang kita harapkan dari film yang judulnya peng-Indonesiaan bahasa Inggris seperti Shy Shy Cat (maksudnya 'malu malu kucing', yea I know, kayak lawakan bapak-bapak emang) ini? Sebagaimana dari judulnya saja sudah norak, we can expect filmnya juga demikian. Hanya saja, film ini punya sederet nama yang selayaknya bikin kita nggak bisa begitu saja menyepelekannya. Ada sineas Monty Tiwa, dengan Nirina, Acha Septriasa, dan Tika Bravani, tiga aktris ternama pemenang Piala Citra era milenium, ditambah Titi Kamal yang juga sedang comeback, dan model menantu impian ibu-ibu bernama Fedi Nuril, paling nggak diharapkan kekonyolan dan kenorakan film ini bisa naik ke level yang lebihlah. Dan, that's exactly what we'll get.
Inti cerita Shy Shy Cat adalah pada bankir sukses di Jakarta, Mira (Nirina Zubir) harus pulang ke kampungnya di pegunungan Jawa Barat demi memenuhi nazarnya kepada orang tua: kalau umur 30 tahun belum juga punya pacar, dia harus dijodohkan sama teman kecilnya bernama Otoy. Mira mengajak dua roommate-nya yang berkepribadian nyentrik: Umi (Tika Bravani) yang berkondisi mood-swing, serta Jessy Bom (Acha Septriasa), aktris film esek-esek yang centil. Rencananya, Mira mau menggagalkan perjodohan dengan cara Umi atau Jessy pura-pura merebut hati Otoy. Saat tiba di kampung, masalah tak terduga harus dihadapi. Pertama, ternyata Otoy bentukannya adalah Fedi Nuril, yang membuat Umi dan Jessy benar-benar rebutan perhatiannya. Kedua, ternyata juga Otoy adalah sosok pemuda panutan yang hendak dijadikan pewaris padepokan pencak silat Abah-nya Mira (Budi Dalton). Jadi, bukan cuma mau menghindari perjodohan dengan orang yang (sepertinya) tak ia suka, Mira juga harus membuktikan bahwa meskipun dia lama nggak tinggal di kampung, ia tetap layak untuk ambil bagian dari heritage keluarganya. Penentuannya, tentu saja ada duel silat =D.
Dari sekian kali nonton film garapannya Monty Tiwa, gw memang merasa jagonya beliau adalah saat di komedi. Bahkan di film-filmnya yang paling drama kayak
Sabtu Bersama Bapak dan
Aku Ingin Ibu Pulang sekalipun, porsi komedinyalah yang biasanya paling kena. Mungkin karena itulah, ketika Shy Shy Cat sudah di-
set jadi komedi "norak", beliau jadi leluasa mengeluarkan jurus-jurus komedinya, yang sebagian besar sukses membuat gw tertawa. Hanya sedikit
slapstick, sebagian besar main di benturan karakter-karakter aneh, absurditas keadaan, dialog
witty, penciptaan judul-judul film "panas" dan lagu supernorak, sampai ke meta film-filmnya Fedi Nuril terdahulu (pria yang disukai beberapa wanita sekaligus, agamis, kuliah di Mesir, isu poligami, hingga menolong perempuan yang ditinggalkan pasangannya =D). Gw nggak bisa pungkiri gw sangat terhibur, cukup sering tertawa, apalagi para aktornya juga bermain asyik dan santai walau tidak sekalipun terlihat asal-asalan. Perhatian utama akan tertuju pada karakter Jessy Bom yang mungkin jadi peran "nakal" pertama dari Acha
and she nailed it marvelously, juga Umi yang dimainkan dengan jenaka oleh the
ever-articulate Tika Bravani.
Di luar haha-hihinya itu, film ini juga menyelipkan beberapa isu yang agak serius, walau memang dibawakannya lebih komikal. Sentral cerita film ini sebenarnya adalah soal perubahan sosial, dengan perbandingan si Mira yang merantau terus dan si Otoy yang berusaha memajukan kampung halamannya. Lalu dengan masuknya karakter sahabat kecil Mira, Inul (Titi Kamal), film ini juga menyinggung isu praktik kawin muda di kampung-kampung, bukan saja karena masalah pendidikan, tetapi juga ekonomi, hanya karena pilihan solusi di lingkungan mereka sangat terbatas. Ini isu-isu yang menurut gw cukup menarik dibahas, dan dalam film ini gw merasa pembuatnya sudah bisa menyampaikan maksudnya tersebut dengan baik.
Nah, problemnya, tidak semua isu tersebut bisa blend dengan mulus dalam ceritanya. Problem ini sebenarnya sudah gw rasakan sejak awal ketika perkenalan ketiga karakter cewek utamanya agak muter-muter, bahkan purpose awalnya mereka adalah liburan ke Eropa (yang adalah meta film-filmnya Acha =P), sampai akhirnya beberapa lama (dan terasa lama) kemudian harus di-alihkan ke Mira pulang kampung. Liburan ke Eropanya nggak dibahas lagi. Lalu, walau gw sendiri menikmati kisah mereka saat sampai di kampung, gw masih juga merasakan cerita-cerita tambahan yang lagi-lagi nggak di-setup dari awal. Masih nyambung dan logis sih, cuma kayak terlalu ditempel supaya ada klimaks aja.
Akan tetapi, gw harus kembali sadar pada setting-an film ini yang pada intinya adalah memberikan hiburan komedi, dan itulah yang gw dapatkan. Isu-isu serius yang diangkat biarlah gw anggap bonus supaya film ini nggak terkesan kopong esensi atau cuma deretan sketsa tak berkesinambungan atau hanya sebagai pengisi kuota produksi tahunan PH-nya. Toh, orang-orang yang terlibat di dalamnya nggak sepenuhnya menanggalkan keterampilan dalam membuat filmnya, yang membuatnya beda dan lebih berkelas dari film-film komedi norak lainnya. Deretan pemainnya bermain asyik dan lepas, penggarapan produksinya safe dan nyaman ditonton, dan setelah nonton gw merasa gembira. Itu cukup.
My score:
7/10