दंगलDangal(2016 - UTV Motion Pictures/Aamir Khan Productions/Disney India)
Directed by Nitesh TiwariWritten by Nitesh Tiwari, Piyush Gupta, Shreyas Jain, Nikhil MeharotraProduced by Aamir Khan, Siddharth Roy Kapoor, Kiran RaoCast: Aamir Khan, Sakshi Tanwar, Fatima Sana Shaikh, Zaira Wasim, Sanya Malhotra, Suhani Bhatnagar, Aparshakti Khurrana, Ritwik Sahore, Girish Kulkarni, Anurag AroraWalau wawasan Bollywood gw sangat-sangat bapuk, gw mengamati bahwa Aamir Khan adalah sosok bintang yang tidak seperti rekan-rekan selevelnya dalam hal karya. Selain filmnya palingan satu dalam satu tahun, dia juga hampir selalu mengambil proyek-proyek yang lebih dari sekadar hiburan hura-hura. Dari dua (iya dua doang *malu*) film Aamir Khan yang gw tonton, Lagaan dan
3 Idiots misalnya, sudah terlihat kecenderungan itu. Sekarang datang
Dangal, film berdasarkan kisah kesuksesan atlet gulat putri India pertama yang memenangkan medali emas di kejuaraan internasional Commonwealth Games—olimpiadenya negara-negara persemakmuran atau bekas persemakmuran Inggris Raya. Kisah tersebut kemudian dirangkai dengan berbagai tambahan bumbu sehingga tampak sebagai "film". Akan tetapi, yang cukup mengejutkan adalah bagaimana film ini benar-benar berfokus pada kisah ayah dan putri-putrinya dengan tekad mereka menjadi juara, nggak ke hal-hal lain.
Ini adalah kisah yang begitu sering kita dengar perihal dunia olahraga, cukup dekat juga dengan kita di Indonesia. Mahavir Singh Phogat (Aamir Khan) adalah mantan juara nasional gulat India, yang kini hidup di kampung halamannya di Haryana, kerja kantoran biasa, dan anaknya ada empat. Cita-citanya menang di kejuaraan internasional belum kesampaian, dan keinginan untuk memiliki penerus yang dapat berprestasi lebih baik darinya seolah sirna, soalnya anak-anaknya perempuan semua. Sampai suatu hari putri nomor satu Geeta (Zaira Wasim) dan nomor dua Babita (Suhani Bhatnagar) ketahuan memukuli dua orang anak cowok sampai bonyok. Peristiwa ini bagaikan jawaban atas cita-cita Mahavir dalam bentuk yang berbeda. Mahavir kemudian mendidik kedua putrinya itu untuk jadi pegulat, pertama-tama gulat tradisional di atas pasir, kemudian gulat romawi format olimpiade. Tak hanya menghadapi sulitnya meraih gelar juara, mereka juga harus berjuang dalam menghadapi tekanan sosial sekitarnya, sampai ke ruwet dan kurang-proaktifnya birokrasi ketika Geeta dan Babita dewasa (Fatima Sana Shaikh dan Sanya Malhotra) masuk level profesional.
Secara plot, tak perlu disangkal bahwa Dangal adalah a straight zero-to-hero story. Akan tetapi, dasar Bollywood, tahapan demi tahapannya bisa disajikan dengan begitu mengikat perhatian dan menghibur sekalipun durasinya terbilang panjang untuk standar kita (film ini total 2 jam 40 menit). Perjalanannya ditunjukkan cukup jelas, mulai dari motivasi Mahavir hingga ke detail pelatihan dan pertandingan yang membentuk karakter-karakter ini, semuanya disusun sedemikian rupa sehingga yang nonton nggak ketinggalan apa pun, dan akan paid-off hingga akhir. Tawa, haru, sedih khas Bollywood juga tentu saja diselipkan, sehingga meskipun nggak mengangkat tema cerita terpopuler seperti percintaan--dan adegan tari-nyanyinya cuma satu itu pun di pesta pernikahan jadi ya bukan musical dream-sequence juga, Dangal masih sama nikmatnya disaksikan sebagaimana film-film Bollywood pada umumnya, yang tak pernah membiarkan perhatian penonton teralihkan. Belum lagi film ini disokong oleh production value yang keren banget, dari desain produksi dan sinematografi yang bernuansa realis namun "bertekstur", juga ke musiknya, dan yang paling gw suka adalah dari make-up-nya, bahwa gw jadi exactly know si tokohnya Aamir Khan dan istrinya ini sedang fase-fase umur berapa dari mukanya saja, keren banget.
Namun, salah satu hal yang paling megang dari film ini adalah kekompakkan elemen drama dengan elemen laga olahraganya yang luar biasa. Dangal punya adegan-adegan olahraga paling seru yang gw saksikan dalam beberapa tahun belakangan, mungkin terakhir sejak gw tonton
The Fighter. Bukan cuma
greatly choreographed, tetapi juga
greatly captured oleh kamera, didukung oleh tata suara kece, dan juga dari penulisan, yang memberikan
knowledge tentang peraturan pertandingan sehingga gw ngerti dan merasakan apa yang sedang terjadi (pokoknya dapat poin kalau badan lawan nempel rata ke lantai), serta karena jauh sebelumnya sudah menabur benih kepedulian gw terhadap karakter-karakternya.
Tension-nya benar-benar terasa bagaikan nonton langsung, padahal 'kan semuanya udah terjadi dan
relatively udah tahu hasilnya kayak apa.
Oke, tadi gw sempat singgung soal ceritanya yang gw bilang sangat terfokus. Terfokus di sini bukan berarti cuma menceritakan satu hal aja ya, tetapi apa yang ditampilkan benar-benar diarahkan untuk benang merah ceritanyanya. Jadi nggak ada subplot-subplot tak penting demi hiburan, not even romance, melainkan dituturkan berbagai peristiwa yang memperkaya plot utamanya. Hubungan ayah dan putri-putrinya yang atlet dan memiliki mimpi bersama ditunjukkan dalam kompleksitas yang masuk akal. Terutama yang gw paling suka saat tiba di episode ketika Geeta dan Babita harus masuk pelatnas di kota besar dengan pelatih dan disiplin berbeda, saat itu pula ikatan antarmereka yang bermuara di gulat dipaksa untuk berubah. Selain itu disinggung pula soal pembinaan olahraga di India yang kurang akomodatif baik di lini bawah maupun atas, pandangan soal peran perempuan di masyarakat yang masih tradisional, hingga sesimpel seruan kalau sanggup jadi juara kenapa nggak dilatih untuk jadi juara.
Meski begitu, gw rupanya tetap merasakan beberapa titik yang kurang sreg, atau kalau mau bahasa kasarnya: India klasik banget. Film ini masih lebih sering menyatakan segala sesuatunya secara terlalu verbal. Gw sih nggak terlalu masalah dengan kalimat-kalimat motivasi yang mungkin klise, namun kalau tiba-tiba ada flashback, atau ada tokoh-tokoh "jahat"-nya mengujarkan kalimat yang menunjukkan betapa jahatnya diri mereka dengan muka sengak, it was just not what I expected dari sebuah film berdasarkan kisah nyata dengan kemasan kontemporer seperti ini, "terlalu too much" kalau kata princess Syahrini dulu. Make-believe yang sudah dibangun baik di awal jadi sedikit ternodai, makin kelihatan "film banget". Bisa lho jalan cerita dan adegannya tetap sama tanpa ada ujaran-ujaran itu, nggak harus segala sesuatu dijelasin pakai kalimat 'kan.
Untung saja, film ini tetap bisa membungkus akhirannya dengan hangat dan, seperti gw bilang sebelumya, membayar lunas perjalanan panjang mengikuti kisah karakter-karakter ini. Dan pada akhirnya, buat gw Dangal tetaplah sebuah film bertema olahraga yang well-crafted, baik dalam hal penuturan cerita yang dengan baik memasukkan emosi dan pengetahuan, maupun dalam kemasan keseluruhannya. Film ini juga sangat well-acted, dimotori Aamir Khan yang sangat berdedikasi dan ber-layer tanpa harus meledak-ledak (Oscar-worthy kalau bahasa para reviewer mah), dan dapat diimbangi oleh pemain-pemain lainnya, termasuk para aktris remajanya yang luar biasa, mau-maunya tampil kotor dan lusuh dan meyakinkan pula dalam adegan-adegan gulat--kudos buat action director dan koreografernya. Bahwa film ini mampu menarik gw untuk mengalami kehidupan karakter-karakternya dan memahami pilihan-pilihan mereka, serta sejenak jadi sangat tertarik dengan cabang olahraga gulat putri, itu adalah sebuah bentuk keberhasilan.
My score: 7,5/10
ADS HERE !!!