Rogue One: A Star Wars Story(2016 - Lucasfilm)
Directed by Gareth EdwardsScreenplay by Chris Weitz, Tony GilroyStory by John Knoll, Gary WhittaBased on the characters created by George LucasProduced by Kathleen Kennedy, Allison Shearmur, Simon EmanuelCast: Felicity Jones, Diego Luna, Mads Mikkelsen, Donnie Yen, Riz Ahmed, Alan Tudyk, Wen Jiang, Ben Mendelsohn, Forest Whitaker, Jimmy Smits, Genevieve O'ReillyPertama-tama disclaimer dulu: gw bukan penggemar Star Wars, cuma suka aja. Gw udah nonton semua episode Star Wars saga, tetapi gw bukan termasuk yang suka ngulik segala sesuatu detailnya obsessively, jadi gw kadang inget kadang nggak sama detail dunia Star Wars ini, walau memang masih punya keinginan terpendam beli mainan lightsaber yang bisa nyala. Seperti gw pernah bilang, gw gampang tertarik sama karya film yang punya unsur worldbuilding unik, yang biasanya muncul di genre fantasi dan fiksi ilmiah, dan Star Wars hanyalah salah satunya. Ketika dikabarkan Disney yang sudah mengakuisisi Lucasfilm akan membangkitkan lagi franchise Star Wars di layar lebar dan membuat film Star Wars setahun sekali, gw sih senang-senang saja, tetapi nggak gimana-gimana juga, berhubung Star Wars sekarang bukan lagi pemain tunggal dalam genre laga fantasi luar angkasa. Tetapi, gw akui cukup intrigued saat diumumkan proyek spin off berjudul Rogue One, yang menyorot sisi lain dari perang antara pemerintah diktator Empire dan kaum aliansi Rebels. Kalau diulik kembali, cerita film-film Star Wars memang selalu dimulai di tengah sebuah konflik, dengan keterangan hanya dari tulisan yang merangkak di awal film. Nah, Rogue One ini ingin memberi gambaran bagaimana blueprint senjata mematikan milik Empire, Death Star didapatkan oleh Princess Leia Organa yang kemudian menyimpannya di robot R2-D2 di awal film Star Wars Episode IV: A New Hope (1977)—soalnya di tulisan awal film tersebut cuma dibilang "mata-mata Rebels berhasil mencurinya," udah gitu doang.
Rogue One terjadi belasan atau mungkin 20-an tahun setelah Star Wars Episode III: Revenge of the Sith (2005), ketika planet-planet kini di bawah kekuasaan Empire yang digerakkan oleh kekuatan Sith--sisi gelap dari the Force. Dalam periode ini Empire diam-diam membangun Death Star demi mengukuhkan kekuasaannya, tetapi aliansi Rebels akhirnya mendapatkan kabar ini, dan memutuskan berusaha menggagalkan penyelesaian Death Star. Untuk itu, mereka merekrut Jyn Erso (Felicity Jones), seorang kriminal yang ternyata adalah putri perancang Death Star, Galen Erso (Mads Mikkelsen). Jyn diutus bersama mata-mata bernama Cassian tanpa-deh-lo *krik krik* (Diego Luna) untuk membuktikan informasi tentang Death Star, sekaligus menemukan Galen. Perjalanan mereka jadi tak sesuai rencana ketika diketahui Death Star sudah mulai berfungsi, dan hanya ada satu cara untuk menghancurkannya, yaitu menemukan letak kelemahannya, yang bisa diketahui dari blueprint-nya, yang disimpan di sebuah planet dengan penjagaan ketat Empire.
Pada awalnya gw sih sudah merasakan bahwa memang film ini mencoba membangun atmosfer spionase dalam semesta Star Wars, tetapi gw nggak menyangka film yang harusnya berbenang merah plot sederhana ini jadinya rada ribet ya saat dikembangkan jadi cerita. To be fair, gw cukup suka set up-nya, bahwa Jyn punya ayah yang ternyata antek penguasa sehingga nanti akan ada ironi antara Jyn harus berpihak pada yang mana. Opening scene-nya dengan pasir hitam Iceland itu gw suka banget, btw. Tetapi, nggak lama setelah itu cerita bergulir dengan sedemikian rupa sehingga gw merasa agak ketinggalan ceritanya udah sampai mana, karena begitu banyak karakter diperkenalkan di tempat yang berbeda-beda. Ini memang agak lazim untuk film spionase atau political thriller, tetapi kayak kurang nendang ketika ditempatkan di Rogue One ini, malah bikin kurang paham sama what's actually going on. Padahal gw dan mungkin sebagian penonton juga udah tahu tujuan dan buntut-buntutnya ceritanya bakal gimana, tetapi film ini seolah-olah mau memperumit itu. Bahkan, misi merebut blueprint Death Star itu baru tercetus sepertiga akhir film, dan proses agar misi tersebut berhasil juga dibikin muter-muter mungkin supaya adegan perang di klimaksnya tambah panjang. Ya again jadi kurang nyaman buat gw, yang simpel kok dirumit-rumitin buat apa juga.
Beruntunglah, meskipun tidak masuk dalam kisah utama Star Wars, Rogue One bisa menawarkan sajian audio visual yang tetap megah, dengan adegan action yang seru dan nggak malu-maluin franchise Star Wars. Pilihannya untuk chanelling gaya desain produksi trilogi Star Wars lawas juga menarik dan nostalgic. Gw sebenarnya cukup tertarik pula dengan karakter-karakter utama yang dimunculkan di sini yang nyaris semuanya baru. Berhubung dibangun di atas (maunya) style spionase, karakter-karakternya pun bukan yang terlalu baik-baik manis manja, tetapi lebih ada warna dan beberapa kali morally ambiguous dan digunakan sebagai perumpamaan tentang sosial dan politik di dunia nyata, dibanding film-film Star Wars sebelumnya yang karakterisasinya lebih obvious. Namun, somehow nggak seperti film-film Star Wars sebelumnya, karakter-karakter ini tidak ada yang sampai ke tahap sangat likable, mungkin karena karakternya sekaligus banyak gitu jadi nggak sempat gw root for, atau memang pembangunannya karakterisasinya yang kurang lihai. Hal yang agak menolong adalah sisi humornya, terutama dari karakter droid K-2SO (Alan Tudyk) yang witty, juga dari Chirrut (Donnie Yen) yang sangat cool dan selalu mood-nya bagus hehe. Ngomong-ngomong soal cast, Rogue One ini sepertinya sedang menerapkan prinsip diversity para pemain utamanya, yang hampir semuanya nggak berasal dari negara dan ras yang sama.
Terlepas dari itu, mungkin poin puncak dari Rogue One adalah kesinambungannya dengan cerita Star Wars yang sudah dikenal, terutama Star Wars Episode IV, yang gw jamin bakal petjah banget buat yang udah akrab sama Star Wars. Jadi, terlepas dari penuturannya yang gw kurang sukai, Rogue One ini paling nggak benar-benar dibuat seolah masih satu nyawa sama film Star Wars yang ada, tanpa terkesan memaksa banget. Well, ada sih maksanya ketika ada aktor-aktor yang "dibangkitkan" dengan animasi digital demi kontinuitas sama film-film lain, tetapi ini pun masih satu spirit sama yang dilakukan George Lucas pada perilisan ulang (dan berulang-ulang) dari trilogi lawas Star Wars yang gemar mengganti atau menambah item baru di dalamnya (sekalipun sebenarnya nggak perlu) dengan teknologi efek visual termutakhir, so I'll give them that. Satu hal, dan mungkin ini sudah gw duga sejak awal-awal mendengar proyek ini, Rogue One pada akhirnya tampak nggak membuat gebrakan berarti buat franchise ini, apalagi emang rentang ceritanya mentok hanya sampai sebelum cerita Star Wars Episode IV dimulai. Tetapi, sebagai usaha untuk "memperluas" potensi cerita dari semesta Star Wars, film ini okay-lah.
My score: 7/10
ADS HERE !!!