Gold(2016 - Sierra Affinity/Black Bear Pictures/Highway 61 Films/TWC-Dimension)
Directed by Stephen GaghanWritten by Patrick Masset, John ZinmanProduced by Teddy Schwarzman, Michael Nozik, Matthew McConaughey, Patrick Masset, John ZinmanCast: Matthew McConaughey, Édgar Ramírez, Bryce Dallas Howard, Corey Stoll, Toby Kebbell, Joshua Harto, Bill Camp, Rachael Taylor, Stacey Keach, Craig T. Nelson, Bruce Greenwood, Jirayu Tantrakul
Kalau mengulik asal-usulnya, Gold harusnya jadi film yang sangat menarik. Buat gw, pertama adalah sutradaranya, Stephen Gaghan, yang kembali bikin film setelah Syriana (2005) yang gw sukai, karena film multikarakter dan multiplot itu bisa memberi gambaran tentang konspirasi perihal minyak bumi yang melibatkan korporasi-korporasi dan pemerintah-pemerintah. Doi juga yang nulis skenario film seputar perang narkoba AS-Meksiko, Traffic (2000). Dengan resume demikian, gw cukup menantikan penanganannya terhadap skandal penipuan investasi tambang emas yang diangkat di Gold. Nah, yang kedua, ternyata skandal yang dimaksud berdasarkan skandal betulan yang terjadinya di Indonesia negeri kita bersama, tepatnya pada era 1990-an—masih Orde Baru—yang melibatkan perusahaan Kanada, Bre-X di kawasan bernama Busang, Kalimantan Timur. Everyone should be excited, right? Walau akhirnya film ini merancang tokoh-tokoh dan jalan cerita yang berbeda dari aslinya—bahkan setting waktu dan tempatnya di-altered kecuali nama "Indonesia" dan rezim Suharto-nya, sepertinya nggak ada yang bisa menghalangi film ini untuk jadi sesuatu yang menarik, kecuali si yang bikin film yang mengacaukannya sendiri…which was exactly what happened.
Gold menitikberatkan pada kiprah Kenny Wells (Matthew McConaughey) dalam upaya terakhirnya meraih kesuksesan, setelah ia membuat perusahaan investasi tambang Washoe warisan ayahnya (Craig T. Nelson) di Reno, Nevada *inget Sister Act*, Amerika Serikat mengalami kebangkrutan di penghujung era 1980-an. Upaya untuk bangkitnya itu diawali oleh mimpi menemukan emas di tengah hutan belantara Indonesia *=D*, dan ia bermaksud mewujudkan mimpinya itu. Nekat, ia lalu menggandeng Michael Acosta (Édgar Ramírez), pelacak tambang ternama untuk terjun ke tengah hutan hujan tropis Kalimantan dan membuktikan mimpinya itu, sekalipun harus menggadaikan sisa-sisa harta yang dia miliki. Selama berminggu-minggu Michael dan Kenny mencoba bertahan di ganasnya hutan, demi memimpin penggalian tanah sampai ketemu emas. Ketika nyaris putus asa, akhirnya Michael menyampaikan mereka menemukan emas, dan kemungkinan ada berton-ton emas lainnya di bawah tanah sana. Dengan adanya penemuan ini, langkah selanjutnya adalah mencari investor untuk membuka pertambangan di lokasi tersebut. Di sinilah masalah mulai merumit, ketika banyak pihak dengan pengaruh modal dan politiknya ingin mengambil bagian, sementara Kenny yang take everything about this personally emoh untuk lepas tangan dari proyek ini.
Okay, meski nggak persis sama dengan skandal emas Busang *
thanks Wikipedia*, sinopsis Gold tadi masih terbilang menarik, ya nggak? Titik cerita yang coba dikembangkan pun oke sebenarnya, bahwa si Kenny ini dapat "wahyu" untuk membuktikan diri dia bisa sukses,
too good too be true, sampai kemudian berakhir dengan skandal memalukan. Akan tetapi, ada masalah dari segi
tone yang gw rasakan. Film ini seolah mencoba bikin komedi satir sok asik bernuansa
vintage—mungkin terinspirasi
The Wolf of Wall Street dan
American Hustle, lalu digabungkan dengan drama tentang kriminalitas kaum berdasi, lalu digabungkan pula dengan kisah persohiban Kenny dan Michael. Sayangnya, menurut gw,
none of them worked properly. Persahabatan Kenny dan Michael nggak pernah sampai tertanam dengan baik dalam benak gw, karena baru benar-benar (dipaksa) kelihatan pada satu adegan menjelang babak akhir. Percampuran kisah antara perjalanan hidup Kenny dengan skandal yang dialaminya buat gw juga nggak pernah dipadukan dengan enak, jadinya malah bikin gw bingung sebenarnya
core cerita film ini tuh apanya, mau ngurusin Kenny atau ngurusin skandal, atau ngurusin hubungan Kenny-Michael. Cerita-cerita ini bisa saja menarik, tetapi entah kenapa ketika digabungkan jadi satu film malah lemah semua, nggak fokus, dan
excitement-nya kayak ketahan-tahan, tanpa benar-benar mencapai titik yang intens di sebagian besar durasinya.
Padahal ya, skandal yang diangkat di sini akan sangat menarik kalau lebih diulik dan di-emphasize. Film ini diawali dengan cukup informatif tentang cara kerja perusahaan tambang serta proses mencari investornya. Demikian pula ketika merembet ke kongkalikong dengan perusahaan-perusahaan besar serta pemerintah—di sini juga menyinggung salah satu anak presiden Indonesia saat itu yang kebagian jatah besar, tentu saja nama oknum dan karakterisasinya di-altered juga di sini. Dan ketika sampai pada skandalnya, gw bayangkan pasti akan cukup nendang bila tetap dengan tone political thriller sebagaimana gw pernah menemukannya di film Syriana, yang kemudian juga menyangkut hukuman yang ditanggung oleh si biang kerok skandal yang tidak sampai diproses hukum. Apa lacur, itu hanya harapan gw saja, itu adalah potensi Gold yang kurang..err..digali. Yang terjadi adalah film ini kelihatan kepengen banget mengalihkan perhatian penonton pada sisi pribadi karakter-karakternya, supaya filmnya ini lebih terlihat "menyenangkan" dan "emosional", sebelum akhirnya pindah fokus pada kasusnya—mungkin karena menganggap semua orang udah tahu ending-nya jadi sengaja dibawa ke "mana-mana" dulu gitu, sehingga ending-nya jadi rada nge-twist. Namun, ya itu tadi, perpaduannya nggak terasa padu, nggak benar-benar sampai menyenangkan, boro-boro emosional, dan, twist apanyah?!
Film ini untungnya masih punya beberapa nilai yang layak disaksikan. Nilai tertingginya ada pada permainan McConaughey yang melepas semua slengean-tapi-ganteng-nya menjadi slengean-jelek-gendut-pulak dengan total, baik secara fisik maupun emosinya. Meski pada akhirnya nggak disokong oleh penuturan cerita yang enak, performanya sebagai Kenny adalah penyelamat kualitas film ini. Nilai yang kedua adalah—untungnya—film ini masih bisa memberi gambaran tentang manuver-manuver bisnis bidang pertambangan. Again, sekalipun nggak disokong dengan penceritaan terbaik, film ini masih bisa memberi sedikit sampel tentang perilaku manusia sebelum dan sesudah melihat duit sekalipun mainannya udah di skala multinasional. Baru lihat doang lho itu. Paling nggak, gw masih bisa nangkap dark side dari bisnis kapitalis skala internasional seperti tambang emas dari film ini, sebagaimana gw bisa nangkap sisi serupa dari dunia perminyakan di Syriana—udah gw sebut tiga kali aja, go find and watch that one folks.
Itu pun gw belum membahas cara film ini menggambarkan Indonesia ya. Gw termasuk yang menganggap impresi tentang Indonesia film ini secara garis besar memang agak mirip kenyataannya, nggak persis sih tapi nggak sengaco gambaran Malaysia di Zoolander-lah, toh segala elemen sejarah film ini memang sengaja dibedain jadi gw bisa terima aja kalau nggak akurat. Tetapi, memang dalam beberapa hal film ini terlalu meng-alter hal-hal yang nggak penting yang malah jadinya lucu aja. Contohnya ada kesan di film ini bahwa Jakarta dan hutan Kalimantan itu deket, beberapa kata bahasa Indonesianya ketahuan banget cuma modal Google tanpa konsultan, dan bahwa Jakarta itu mirip Bangkok. Well, filmnya emang syuting di Bangkok tapi yang masak memakai sisi yang Bangkok banget seperti sungai besar nan bersih Chao Phraya di tengah kota. Yah untung aja pas Kenny bawain oleh-oleh buat pacarnya (Bryce Dallas Howard) berupa kain batik emang kelihatan batik Indonesia sih. Ya tapi udahlah, nggak ngaruh, toh filmnya nggak kece-kece amat juga.
My score: 6/10